BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun
islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang
keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya
namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena
apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan,
umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan
bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar
melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan
puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar
saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan
pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang
apa itu puasa, manfaat puasa, hikmah puasa, dan alasan mengapa kita wajib
menjalankannya.
B.
Rumusan
Masalah
Sebagai orang muslim sangatlah wajib bagi kita untuk
mengetahui, bahkan untuk paham betul apa itu puasa, sarat sahnya puasa, hal-hal
yang membatalkan puasa, dan manfaat, serta hikmah puasa bagi kita.
Dan berdasarkan latar belakang masalah yang telah
dijelaskan, maka kami mendapatkan beberapa pokok permasalahan di dalam
pembahasan ini. Diantaranya ialah:
1.
Penyebab orang-orang tidak
menjalankan ibadah puasa.
2.
Berpuasa tanpa mengetahui apa syarat
dan ketentuan puasa.
3.
Bagaimana cara berpuasa tanpa
mengurangi aktivitas kita.
4.
Tidak mengetahui fidyah yang akan
dibayar jika meninggalkan puasa.
C.
Tujuan
Pembahasan
Adapun tujuan dari makalah ini kami
buat adalah :
1.
Agar ummat islam selalu melaksanakan
ibadah puasa dengan baik dan benar.
2.
Bisa melaksanakan puasa dengan
ikhlas.
3.
Untuk mengetahui semua hal yang
membahas tentang puasa dan bersangkut paut dengan puasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puasa
Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu صام يصوم صيامshaama-yashuumu, yang bermakna
menahan atau sering juga disebut al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa
yang membatalkan puasa.
Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah)
agama adalah menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang
membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan
syarat-syarat tertentu.
B.
Macam-Macam
Puasa Dari Segi Hukum
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan
hambali sepakat bahwasannya puasa terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1.
Puasa wajib (Fardhu)
Telah kita ketahui bahwasannya puasa
fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada
bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha’.
Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan.
Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun
sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan.
Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
Puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain
bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramadhan tersebut mulai
diwajibkan pada tanggal 10 sya’ban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang
dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-qur’an, hadits
dan ijma’.
Dalil dari Al-qur’an ialah firman
Allah swt :
شهر رمضان الذي انزل فيه القران(البقرة ١٨٥
Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah
bulan ramadhan, yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-qur’an.(Al-baqarah
185)
2.
Puasa sunnah (Mandub)
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat
pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak
berdosa.Berikut contoh-contoh puasa sunnah:
a.
Puasa hari Tasu’a – ‘asyura –
hari-hari putih dan sebagainya
Puasa sunnah diantarannya ialah
berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10
bulan tersebut.
b.
Puasa hari arafah
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9
dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari ‘arafah. Disunnahkannya, pada
hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.
c.
Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin
dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung
kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.
d.
Puasa 6 hari di bulan syawal
Disunnahkan berpuasa selama 6 hari
dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat.
e.
Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg yang mampu
agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam
ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.
f.
Puasa bulan rajab, sya’ban dan
bulan-bulan mulia yang lain
Disunnahkan berpuasa pada bulan
rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab.
Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga
berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu
sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang
disunnahkan .
Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya
Menyempurnakan
puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah
disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah.
3.
Puasa Makruh
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun
Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa
sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan,
maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama
madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu
secara mutlaq.
4.
Puasa Haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa
pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika
kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah
menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan,
diantaranya ialah :
a.
Puasa pada dua hari raya, yakni Hari
Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha).
b.
Tiga hari setelah hari raya kurban.
Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini.
c.
Puasa seorang wanita tanpa izin
suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami
bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami
memang tidak memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang
ihram, atau sedang beri’tikaf.
C.
Syarat Wajib
Puasa
1.
Beragama Islam
2.
Baligh (telah mencapai umur dewasa)
3.
Berakal
4.
Mumayyiz
5.
Berupaya untuk mengerjakannya.
6.
Sehat
7.
Tidak musafir
D.
Syarat Sah
Puasa
1.
Beragama Islam
2.
Berakal
3.
Tidak dalam haid, nifas dan wiladah
(melahirkan anak) bagi kaum wanita
4.
Hari yang sah berpuasa
E.
Rukun-Rukun
Puasa
Niat mengerjakan puasa pada
tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak berpuasa
(puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga
terbit fajar. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar
sehingga masuk matahari.
F.
Hal-Hal Yang
Membatalkan Puasa
1.
Makan
Ayat yang menjelaskan tentang
batalnya puasa karena makan adalah Surah Al-baqarah ayat 187.
Artinya : dihalalkan bagi kamu pada
malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah
pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan
makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam.
2.
Minum
3.
Hubungan seksual
Sama seperti surat diatas tapi yang
membedakan adalah konsekuensi hukumnya yang lebih berat yaitu bagi suami istri
yamg berhubungan sex saat puasa Ramadhan maka ia harus membebaskan budak jika
punya, atau jika tidak punya, berpuasalah selama 2 bulan berturut-turut, atau
jika tidak mampu, memberi makan fakir miskin 60 orang, dan mengganti puasanya.
Adapun jika bermimpi di siang hari atau bangun kesiangan padahal dia lupa mandi
zunub maka hal itu tidak membatalkan puasa.
4.
Muntah dengan sengaja
Hadist yang menjelaskan tentang muntah yang disengaja yang
artinya : Barang siapa yang muntah maka tidak ada kewajiban mengganti
terhadapnya. Namun barang siapa muntah dengan sengaja maka hendaklah ia
menggantinya. (HR. Tirmidzi, abu daud, ibn mazah, dari abu hurairah)
5.
Keluar darah haid dan nifas
6.
Gila saat sedang puasa
G.
Hal-Hal
Yang Mengurangi Puasa
Hal yang mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal-hal
yang memang dibenci oleh Allah swt, seperti bertengkar berkata jorok,
berperilaku curang, atau berbuat sesuatu yang tidak ada manfaatnya dan
semacamnya.
Intinya, bila seluruh panca indera dan anggota badannya
tidak ikut dipuasakan terhadap hal-hal yang memang dibenci bahkan dilarang oleh
allah swt maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan bobot puasanya, sehingga
dia termasuk orang yang merugi.
H.
Adab-Adab Berpuasa
1.
Niat karena Allah swt semata
Niat ini cukup dalam hati tanpa diucapkan. Akan tetapi
banyak ulama yang berbeda pendapat tentang hal ini. Yang pertama ialah menurut
imam Hanbali, menurut beliau niat cukup pada awal puasa saja untuk satu bulan
penuh. Kedua, ialah menurut imam Maliki yang mengatakan niat bisa dimulai
ketika awal ramadhan sekaligus. Yang terakhir yaitu menurut imam Syafii yang
mengatakan bahwa niat dilakukan setiap malam atau bertepatan dengan terbitnya
fajar shadiq. Bahkan jika semisal ada seseorang yang berniat puasa satu tahun
yang lalu itupun sebenarnya sudah bisa dikatakan niat.
Berbeda halnya dengan puasa wajib, untuk puasa sunat
kebanyakan ulama membolehkan berniat puasa pada siang hari, sebagaimana riwayat
dari Aisyah bahwa Rosululloh saw pernah datang kepadanya dan bertanya “ apakah
kamu punya sesuatu (maksudnya makanan?) jawab aisyah “ tidak! Kata Nabi saw “
kalau begitu saya puasa saja”. Dan dari riwayat tersebut dapat disimpulkanb
bahwa niat puasa sunat bisa dilakukan pada siang hari.
2.
Makan sahur
Nabi saw bersabda yang artinya “ sahurlah kalian, karena
pada sahur itu terdapat berkah” (HR. Jama’ah kecuali
abu Daud, dari Anas ra). Dari riwayat tersebut sudahlah jelas bahwa sahur pada
saat akan berbuasa sangatlah dianjurkan.Sedangkan waktu makan sahur yang
disunatkan dan yang paling baik menurut Nabi saw yaitu diakhir malam.
3.
Menjahui hal-hal yang dapat membatalkan
puasa atau mengurangi nilai puasa
Selain yang telah disebutkan di atas berkumur secara
berlebihan saat berwudu juga termasuk salah satu hal yang bisa mengurangi nilai
puasa. Seperti sabda Nabi saw yang artinya “ sempurnakanlah dalam berwudhu,
sela-selailah diantara jari-jemarimu dan sampaikanlah (ke dalam-dalam) dalam
berkumur, kecuali kamu berpuasa”. ( HR. Imam yang lima, dari Laqith bin
Shabirah).
4.
Berbuka puasa dengan segera
Bila waktu berbuka sudah tiba, sangat dianjurkan untuk menyegerakannya.
Hal ini karena Nabi saw bersabda yang artinya: manusia senantiasa berada dalam
kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. Segerakanlah berbuka karena orang
Yahudi mengakhirkannya.
I.
Halangan Puasa
Beberapa uzur (halangan) yang
membolehkan berbuka(tidak berpuasa)
1.
Sakit dan menderita kepayahan yang
sangat
Beberapa uzur atau halangan yang
membolehkan orang yang berpuasa, berbuka atau membatalkan puasanya diantaranya
ialah sakit. Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan ia merasa khawatir
bertambah sakit jika berpuasa atau ia khawatir terlambat kesembuhannya, atau ia
malah menderita kepayahan yang sangat jika berpuasa maka ia diperbolehkan
berbuka.
2.
Khawatirnya wanita hamil dan wanita
menyusui terhadap bahaya bila berpuasa
Apabila wanita hamil dan wanita menyusui merasa khawatir
ditimpa bahaya akibat berpuasa yang kelak akan menimpa pada diri mereka dan
anak mereka sekaligus, atau pada dirinya saja, atau pada anak mereka saja, maka
mereka diperbolehkan tidak berpuasa(berbuka).
3.
Berbuka sebab bepergian
Diperbolehkan berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang bepergian
dengan syarat bepergiannya itu dalam jarak yang jauh yang membolehkan shalat
qashar, sesuai dengan ketentuannya. Dan dengan syarat hendaknya ia telah mulai
pergi sebelum terbit fajar, yaitu sekiranya ia bisa sampai di tempat dimana ia
memulai meng-qashar shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan pergi itu yang
membolehkan meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.
4.
Puasa wanita yang sedang haid dan
nifas
Apabila wanita yang sedang berpuasa datang bulan atau haid,
atau nifas, maka wajiblah berbuka dan haramlah baginya berpuasa. Jika ia
memaksakan diri berpuasa, maka puasanya adalah batal dan dalam hal ini ia
berkewajiban meng-qadha’.
5.
Orang yang ditimpa kelaparan atau
kehausan yang sangat
Adapun kelaparan dan kedahagaan yang sangat yang dengan
kedua-duanya itu seseorang tidak kuat berpuasa, maka bagi orang yang tertimpa
hal seperti itu boleh berbuka dan ia berkewajiban meng-qadha’.
6.
Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak kuat melakukan
puasa pada seluruh masa dalam setahun, ia boleh berbuka, artinya ia boleh tidak
berpuasa Ramadhan, tetapi ia berkewajiban membayar fidyah, yaitu memberi makan
orang miskin.Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha’. Sebab
sudah tidak mampu melakukan puasa.
7.
Orang yang ditimpa penyakit gila
disaat berpuasa
Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun
hanya sekejap mata, maka ia tidak berkewajiban berpuasa dan puasanya tidak sah.
Kewajiban atas meng-qadaha’ puasanya itu dijelaskan oleh imam syafi’I sebagai
berikut: “bila ia sengaja dengan penyakit gilanya misalnya di malam harinya
secara sengaja memakan sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan
akalnya, maka ia berkewajiban meng-qadha’ hari-hari dimana ia gila. Tetapi
kalau ia tidak bersengaja gila, maka ia tidak berkewajiban meng-qadha’.
J.
Hal-Hal Yang
Disunnahkan Dalam Berpuasa
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal,
yaitu:
1.
Bersegera untuk berbuka setelah
nyata-nyata matahari terbenam. Dan berbuka itu dilakukan sebelum shalat. Dan
disunnahkan berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma kering, atau manisan
atau air. Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu tiga atau lebih.
2.
Berdo’a setelah berbuka dengan do’a
yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.
3.
Makan sahur dengan sesuatu makanan
walaupun sedikit. Meskipun hanya seteguk air. Seperti sabda Nabi SAW yang
menjelaskan tentang makan sahur itu adalah berkah.
4.
Mencegah lisan dari omongan yang
tidak berfaidah. Sedangkan mencegah lisan dari hal yang haram seperti
menggunjing (ghibah) dan adu domba, maka hal itu adalah wajib setiap saat, dan
hal itu lebih dikukuhkan pada bulan Ramadhan.
5.
Memperbanyak sedekah dan berbuat
baik kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin.
6.
Menyibukkan diri dalam menunutut
ilmu, membaca Al-Qur’an, berzikir, membaca shalawat atas Nabi SAW. Bilamana ada
kesempatan untuknya baik siang hari maupun malamnya.
7.
Ber i’tikaf
K.
Meng-qadha’
Puasa Ramadhan
Barang siapa berkewajiban
meng-qadha’ puasa Ramadhan karena membatalkannya secara sengaja, atau karena
suatu sebab dari beberapa sebab terdahulu, maka ia berkewajiban meng-qadha’
sebagai pengganti hari-hari yang ia batalkan dan ia qadha’ pada masa yang
diperbolehkan melakukan puasa sunnah. Jadi tidak dianggap mencukupi meng-qadha’
puasa Ramadhan pada hari-hari yang dilarang berpuasa padanya. Seperti hari
raya, baik idul fitri maupun idul adha’. Juga tidak dianggap mencukupi pada
hari-hari yang memang ditentukan untuk berpuasa fardhu, seperti bulan ramadhan
yang sedang tiba waktunya, hari-hari nazar yang ditentukan, misalnya ia
bernazar akan berpuasa sepuluh hari diawal bulan bulan Dzulqo’dah. Jadi
meng-qadha’ puasa ramadhan pada hari-hari itu tidak bisa dinilai mencukupi.
Sebab telah ditentukan untuk nazar. Demikianlah menurut kalangan ulama
Malikiyah dan Syafi’iyyah.
Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha’ pada bulan
Ramadhan yang sedang tiba saatnya. Sebab bulan tersebut ditentukan untuk
menunaikan kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak bisa untuk dibuat
melakukan puasa selainnya. Melakukan puasa qadha’ dianggap sah pada hari syak,
karena pada hari itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha’
ialah dengan cara mengikuti jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan
mengikuti hilal atau tanggal bulan. Jadi kalau seseorang meninggalkan puasa selama
30 hari atau sebulan penuh, maka ia harus meng-qadha(berpuasa) selama 30 hari
juga. Jika dalam bulan yang ia puasa tersebut ada 29 hari, maka ia harus
menambah 1 hari lagi.
Bagi yang mempunyai kewajiban meng-qadha’ puasa disunnahkan
untuk segera meng-qadha’ puasanya. Disunnahkan juga agar dilakukan secara
berturut-turut dalam melakukannya. Dan berkewajiban juga meng-qadha’ secara
segera apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera tiba. Barang siapa
mengundur-undur qadha’ hingga bulan Ramadhan keduanya tiba maka ia berkewajiban
membayar fidyah sebagai tambahan atas kewajiban meng-qadha’. Yang dimaksud
fidyah ialah memberi makanan orang miskin untuk setiap
hari dari hari-hari qadha’. Ukurannya ialah sebagaimana yang diberikan kepada
orang miskin dalam kifarat.
Cara mengeluarkan fidyah.Maksud Fidyah ialah satu cupak
makanan asasi tempatan yang disedekahkan kepada fakir miskin mewakilli satu
hari yang tertinggal puasa Ramadhan padanya. Makanan asasi masyarakat Malaysia
adalah beras, maka wajib menyedekahkan secupak beras kepada fakir miskin bagi
mewakili sehari puasa. Ukuran secupak beras secara lebih kurang sebanyak
670gram. Contohnya sipulan telah meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka
dia wajib membayar Fidyahnya sebanyak 5 cupak beras kepada fakir miskin. Firman
Allah yang bermaksud :
“(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari Yang
tertentu; maka sesiapa di antara kamu Yang sakit, atau Dalam musafir, (bolehlah
ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari Yang dibuka) itu pada
hari-hari Yang lain; dan wajib atas orang-orang Yang tidak terdaya berpuasa
(kerana tua dan sebagainya) membayar Fidyah Iaitu memberi makan orang miskin.
maka sesiapa Yang Dengan sukarela memberikan (bayaran Fidyah) lebih dari Yang
ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya; dan (Walaupun demikian)
berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada memberi Fidyah), kalau kamu
mengetahui.”
(Al-Baqarah : 184)
Fidyah dikenakan
kepada orang yang tidak mampu berpuasa dan memang tidak boleh berpuasa lagi.
Maka dengan itu Islam telah memberikan keringanan (rukshoh) kepada mereka yang
tidak boleh berpuasa dengan cara membayar Fidyah yaitu memberikan secupak beras
kepada orang fakir miskin. Begitu juga kepada orang yang meninggalkan puasa dan
tidak menggantikan puasanya sehingga menjelang puasa Ramadhan kembali
(setahun), maka dengan itu mereka dikehendaki berpuasa dan juga wajib
memberikan secupak beras kepada fakir miskin. Begitu juga pada tahun
seterusnya. Fidyah akan naik setiap tahun selagi mana orang tersebut tidak
menggantikan puasanya.
L.
Hikmah Puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat
besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani
maupun jasmani.Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih
manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap
individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian sosial manusia
dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin
dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan
dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari
makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk
manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula
keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar
makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang
seharian sacara umum:
1.
Bulan Ramadhan bulan melatih diri
untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai
tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita
sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an
kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita
dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2.
Bulan Ramadhan bulan yang
menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita
bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah, dan amal-amal sunnah.
3.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang
mengajarkan manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi.
4.
Bulan Ramadhan mengajarkan agar
peduli pada orang lain yang lemah.
5.
Bulan Ramadhan mengajarkan akan
adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.
6.
Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita
hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju
masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah,
tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya
orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga
kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7.
Bulan Ramadhan melatih diri kita
untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung
dosa.
8.
Bulan Ramadhan melatih kita untuk
selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
9.
Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita
akan arti hidup hemat dan sederhana.
10.
Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita
akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.
Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain
baik di dalam bidang kesehatan dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah
bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap
imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan
atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah
kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa
yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam
sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana
firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah
dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan)
untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan
merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang
kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian,
janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai
ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu
adalah ibadah.