BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang telah kita ketahui
bahwa zaman modern ini makhluk hidup khususnya manusia telah mempelajari
berbagai macam Ilmu Pengetahuan Alam. Akan tetapi pada tahap pembelajarannya
manusia selalu mendapatkan masalah dan perbedaan pendapat mengenai
sesuatu yang dipelajarinya, yaitu dalam hal mempelajari Asal Usul Kehidupan di Bumi
yang menjadi permasalahan sejak berabad-abad tahun yang lalu hingga sekarang.
Banyak terdapat teori atau paham-paham yang dikemukakan oleh para ilmuan
mengenai hal ini. Namun semuanya belum dapat memberikan jawaban yang pasti.
Sebenarnya sudah sejak jaman yunani kuno manusia berusaha memberikan jawaban
terhadap asal usul kehidupan di bumi namun jawaban itu umumnya hanya dongeng
atau mitos. Oleh karena itu, melalui makalah ini akan disampaikan beberapa teori
asal usul kehidupan di bumi
sebagai bahan kajian untuk mengenal lebih jauh sejarah awal mula kehidupan di
dunia, dengan harapan kita akan lebih memahami tentang asal usul kehidupan di bumi.
B. Rumusan Masalah
Dalam
penulisan makalah ini penulis akan membatasi masalahnya yaitu:
1.
Bagaimana asal usul kehidupan di bumi?
2.
Kapan mulai ada kehidupan di bumi?
3.
Bagaimana asal usul kehidupan
menurut teori-teori kehidupan yang telah ada ?
C.
Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat lebih memahami dan menerapkan
Ilmu yang akan dibagi dalam makalah ini dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga
baik penyusun maupun pembaca dapat menjadi contoh yang baik bagi lingkungannya. Serta untuk melengkapi uji kompetensi mata kuliah Ilmu Kealaman Dasar.
D.
Manfaat Pembahasan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar
semua pihak mengetahui bagaimana asal usul kehidupan di bumi serta teori
tentang asal usul kehidupan di bumi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Asal Mula
Kehidupan di Bumi
Awal mulanya dunia hanya sebatas planet yang
kosong dan lama kelamaan dunia penuh dengan makhluk – makhluk yang menempati
bumi dan mulailah terjadi kehidupan di dunia. Sejarah kehidupan dibumi dapat
diungkap melalui fosil. Fosil telah menjadi bukti yang paling kuat untuk
menjelaskan tentang kejadian makroevolusi. Makroevolusi merupakan perubahan
dalam skala besar diatas tingkatan spesies yang berlangsung dalam jangka waktu
yang sangat lama. Kebanyakan fosil ditemukan tertanam dalam batuan sedimen.
Melalui prose alami yang panjang, sedimen-sedimen dapat tersusun secara
berlapis-lapis membentuk strata (tingkatan). Setiap lapisan strata, disebut
catatan fosil berguna bagi ilmuwan untuk menjelaskan sejarah kehidupan dibumi.
Studi kasus yang mempelajari catatan fosil disebut paleontology.
Sedangkan bumi kita dahulu terbentuk dalam
keadaan hangat dan pijar yang secara perlahan – lahan bumi mengadakan kondensasi
atau lebih dingin sehingga pada suatu saat terbentuklah kerak atau kulit bumi.
Bagian yang berbentuk cair membentuk samudera atau hidrosfer, sedangkan bagian
yang berbentuk gas disebut atmosfer dan yang berbentuk padat disebut litosfer. Lapisan
bumi yang dihuni oleh berbagai makhluk hidup melangsungkan kehidupannya disebut
biosfer. Dalam kehidupan makhluk hidup tersebut, terbentuk suatu sistem
hubungan antara makhluk hidup dengan materi dan energi yang mengelilinginya.
Banyak terdapat teori maupun paham-paham yang
dikemukakan oleh para ilmuan mengenai teori awal mula kehidupan di dunia. Namun
semuanya belum dapat memberikan jawaban yang pasti. Sebenarnya sudah sejak
zaman Yunani Kuno manusia berusaha memberikan jawaban terhadap awal mula
kehidupan di muka bumi. Namun, jawaban itu umumnya hanya berupa dongeng atau
mitos belaka. Berikut ini dikemukakan beberapa teori-teori awal mula makhluk
hidup di dunia, sebagai bahan kajian kita untuk mengenal lebih jauh sejarah
awal mula kehidupan di dunia.
B. Kapan Mulai Ada
Kehidupan di Bumi
Usia Bumi kurang lebih adalah 3000 juta tahun,
namun hadirnya kehidupan diatas bumi barulah sekitar 2000 tahun, dan berawal
dari makhluk yang sangat sederhana. Hal itu diketahui berdasarkan penelitian
dan analisis dengan menggunakan metode perbandingan zat radioaktif dengan zat
hasil seluruhnya. Dengan metode itu pula diperkirakan bahwa bumi telah
membentuk batuan sejak 5 ribu juta tahun yang lalu. Dari penelitian berbagai
penelitian terdapat batuan yang berumur 3,5 juta tahun yang telah menunjukan
tanda - tanda kehidupan atau fosil.
C. Teori Asal Mula
Kehidupan di Bumi
Kita mengenal beberapa teori tentang asal mula
kehidupan. Perlu diketahui bahwa teori yang dikemukakan para ahli tidak
terlepas dari cara penalaran seseorang dari zaman ke zaman, oleh karena itu ada
beberapa teori yang agak kurang tepat kedengarannya. Namun sebaliknya, ada
beberapa teori yang benar bila ditinjau dari segi logika. Berikut beberapa teori
tentang dari mana asal kehidupan di Bumi :
1. Teori Abiogenesis (Generatio Spontanea)
Menurut istilah abiogenesis dibagi menjadi 3
sub kata “a” yang artinya tidak, ‘’bio’’ yang artinya hidup, ‘’genesis’’ yang
artinya pembentukan. Jadi dapat kita simpulkan bahwa teori abiogenesis adalah
kehidupan asal mula makhluk hidup adalah dari benda mati dan terjadi begitu
saja / secara spontan yang disebut dengan generation spontanea. Bila pengertian
abiogenesis dan generation spontanea digabung, maka konsepnya menjadi: makhluk
hidup yang pertama kali di bumi berasal dari benda mati / tak hidup yang
terjadinya secara spontan. Tokoh pencetus teori ini yaitu Aristoteles, Antonie Van Leuwehoek, dan John Needham.
Teori yang dikemukakan Aristoteles ini
menyatakan bahwa makhluk hidup tercipta dari benda tak hidup yang berlangsung
secara spontan (generatio spontanea). Misalnya cacing dari tanah, ikan dari
lumpur, dan sebagainya. Teori ini dianut oleh banyak orang selama beberapa
abad. Aristoteles (384-322 SM), adalah seorang filsuf dan tokoh ilmu
pengetahuan Yunani Kuno. Sebenarnya dia mengetahui bahwa telur-telur ikan yang
menetas akan menjadi ikan yang sifatnya sama seperti induknya. Telur-telur
tersebut merupakan hasil perkawinan dari induk-induk ikan. Walau demikian,
Aristoteles berkeyakinan bahwa ada ikan yang berasal dari Lumpur.
Teori abiogenesis bertahan cukup lama, yaitu
semenjak zaman Yunani Kuno (ratusan tahun sebelum Masehi) hingga pertengahan
abad ke-17, dimana Antonie Van Leeuwenhoek menemukan / menciptakan mikroskop
sederhana yang dapat digunakan untuk mengamati makhluk-makhluk aneh yang amat
kecil yang terdapat pada setetes air rendaman jerami. Antonie van Leeuwenhoek
melihat adanya mikroorganisme (animalculus) di dalam air rendaman jerami.
Temuan ini seolah-olah menguatkan teori Abiogenesis. Para ilmuwan yang
mendukung teori Abiogenesis menyatakan bahwa mikroorganisme itu berasal dari
jerami yang membusuk. Akan tetapi, Leeuwenhoek menolak pernyataan itu dengan
mengemukakan bahwa mikroorganisme itu berasal dari udara.
Kemudian pada tahun 1700 pendukung lain dari teori
Abiogenesis ialah seorang ilmuwan dari Inggris bernama Jonh Nedham. Ia
melakukan penelitian dengan merebus kaldu dalam wadah selama beberapa menit
yang kemudian ditutup dengan gabus. Setelah beberapa hari, terdapat bakteri
dalam kaldu tersebut. Nedham berpendapat bahwa bakteri berasal dari kaldu.
Para penganut abiogenesis tersebut di atas
dalam menarik kesimpulan sebenarnya terdapat kelemahan, karena mereka belum
mampu melihat benda yang sangat kecil (bakteri, kista, ataupun telur cacing)
yang terbawa dalam materi percobaan yang digunakan. Hal ini karena pada zaman
Aristoteles belum ditemukan alat untuk itu (mikroskop). Walaupun ada kelemahan
pada percobaan, tetapi cara berpikir dalam mencari jawaban mengenai asal usul
kehidupan di bumi ini sudah mengacu pada pola metode ilmiah.
2. Teori Biogenesis
Teori abiogenesis disanggah oleh teori
biogenesis sejak abad ke-19. Teori biogenesis menyatakan bahwa makhluk hidup
berasal dari makhluk hidup. Teori biogenesis dikemukakan oleh Fransisco Redi,
Louis Pasteur, dan Lazzaro Spalanzani. Francesco Redi merupakan orang pertama yang
melakukan penelitian untuk membantah teori Abiogenesis.
a. Percobaan Francesco Redi (1626 - 1697)
Pada percobaannya yang pertama tahun 1668, Redi menggunakan dua kerat
daging segar dan dua toples. Toples I diisi dengan sekerat daging dan ditutup
rapat-rapat.
Sedangkan, toples II diisi dengan kerat daging dan dibiarkan terbuka.Setelah
beberapa hari, keadaan daging pada kedua toples tersebut diamati. Hasilnya,
pada toples II daging telah membusuk dan di dalam daging terdapat banyak larva.
Francesco Redi menyimpulkan bahwa larva bukan berasal dari daging yang
membusuk, tetapi berasal dari lalat yang masuk kemudian bertelur pada kerakan
daging dan telur tersebut menetas menjadi larva. Hasil percobaan ini mendapat
sanggahan dari para ilmuwan pengikut teori abiogenesis. Sanggahan tersebut
adalah kehidupan pada toples I tidak dapat terjadi karena toples tersebut
tertutup sehingga tidak ada kontak dengan udara. Akibatnya, tidak ada daya
hidup di dalamnya.
Untuk menjawab sanggahan tersebut, Francesco Redi melakukan percobaan
kedua, yaitu meletakkan daging pada toples tertutup kain kasa sehingga masih
terjadi hubungan dengan udara, tetapi lalat tidak dapat masuk. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa keratan daging membusuk, pada daging ini ditemukan sedikit
larva, dan pada kain kasa penutupnya ditemukan lebih banyak larva. Francesco Redi
berkesimpulan larva bukan berasal dari daging yang membusuk, tetapi berasal
dari lalat yang hinggap di kain kasa untuk bertelur dan beberapa telurnya jatuh
pada daging.
Lazzaro Spallanzani adalah seorang ilmuwan asal Italia. Percobaan
Spallanzani pada prinsipnya sama dengan percobaan Francesco Redi, tetapi bahan
yang digunakan adalah air kaldu.
Labu I : diisi 70 cc air kaldu, kemudian dipanaskan dan dibiarkan terbuka. Labu
II : diisi 70 cc air kaldu, kemudian ditutup rapat dengan sumbat gabus, lalu
dipanaskan dan pada daerah pertemuan gabus dengan mulut labu dapat diolesi
lilin agar lebih rapat. Kedua labu itu ditempatkan di tempat terbuka dan
didinginkan.
Setelah beberapa hari kemudian, hasil percobaan menunjukkan bahwa: Labu I :
terjadi perubahan, air kaldu menjadi keruh dan berbau tidak enak, serta banyak
mengandung mikroba.
Labu II : tidak ada perubahan sama sekali, air tetap jernih dan tanpa
mikroba. Tetapi, bila dibiarkan terbuka lebih lama terdapat banyak mikroba.
Dengan mikroskop tampak bahwa pada kaldu yang berasal dari labu I dan labu
II terdapat mikroorganisme. Lazzaro Spallanzani menyimpulkan bahwa timbulnya
kehidupan hanya mungkin jika telah ada kehidupan sebelumnya.
Jadi, mikroorganisme tersebut telah ada dan tersebar di udara. Pendukung
abiogenesis menyatakan keberatan terhadap hasil eksperimen Lazzaro Spallanzani,
sebab udara diperlukan untuk berlakunya generation spontanea. Sedangkan, paham
biogenesis beranggapan bahwa udara itu merupakan sumber kontaminasi.
Orang yang memperkuat teori Biogenesis dan menumbangkan teori Abiogenesis
hingga tak tersanggahkan lagi adalah Louis Pasteur seorang ahli biokimia
berkebangsaan Perancis. Louis Pasteur melakukan percobaan penyempurnaan dari
percobaan yang dilakukan Lazzaro Spallanzani. Pada percobaannya, Louis Pasteur
menggunakan air kaldu dan tabung berleher angsa. Percobaannya adalah sebagai
berikut:
1) Air kaldu dimasukkan ke labu berleher angsa.
Labu ini digunakan dengan tujuan untuk menjaga adanya hubungan antara labu dengan
udara luar. Selanjutnya, labu dipanaskan untuk mensterilkan air kaldu dari
mikroorganisme.
2) Setelah dingin, labu ditempatkan pada tempat
yang aman. Karena bentuk pipa seperti angsa, udara dari luar dapat masuk ke
dalam labu dan menempel di dasar lehernya.
Sehingga udara yang masuk ke dalam labu adalah udara yang
steril. Jadi, dalam percobaan ini masih ada daya hidup seperti yang
dipersoalkan penganut paham Abiogenesis. Setelah dibiarkan beberapa hari, air
kaldu tetap jernih dan tidak mengandung mikroorganisme.
3) Labu yang berisi air kaldu jernih, kemudian
dipecahkan lehernya sehingga air kaldu bersentuhan dengan udara luar secara
langsung. Setelah beberapa hari
dibiarkan, air kaldu menjadi busuk dan banyak mengandung mikroorganisme.
Kesimpulan percobaan Louis Pasteur adalah mikroorganisme yang ada pada air
kaldu bukan berasal dari cairan (benda tak hidup), melainkan dari
mikroorganisme yang terdapat di udara. Mikroorganisme yang ada di udara masuk
ke dalam labu bersama-sama dengan debu.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, tumbanglah Teori Abiogenesis dan
muncul Teori Biogenesis yang menyatakan bahwa:
a) Omne vivum ex ovo, artinya setiap makhluk
hidup berasal dari telur.
b) Omne ovum ex vivo, artinya setiap telur
berasal dari makhluk hidup.
c) Omne vivum ex vivo, artinya setiap makhluk
hidup berasal dari makhluk hidup juga.
Teori ini mencoba menggali informasi asal usul
makhluk hidup dari sisi biokimia. Menurut Alexander Oparin dalam bukunya yang
berjudul The Origin of Life (1936) menyatakan bahwa asal mula kehidupan terjadi
bersamaan dengan evolusi terbentuknya bumi beserta atmosfernya. Alexander
Oparin adalah ahli evolusi molekular berkebangsaan Rusia. Alexander Oparin
menjelaskan bahwa pada mulanya atmosfer bumi purba terdiri atas metana (CH4),
amonia (NH3), uap air (H2O), dan gas hidrogen (H2). Oleh karena adanya
pemanasan dan energi alam, berupa sinar kosmis dan halilintar, gas-gas tersebut
mengalami perubahan menjadi molekul organik sederhana, sejenis substansi asam amino.
Selama berjuta-juta tahun, senyawa organik itu
terakumulasi di cekungan perairan membentuk primordial soup, seperti semacam
campuran materi-materi di lautan panas. Tahap selanjutnya, primordial soup ini
membentuk monomer. Monomer bergabung membentuk polimer. Polimer membentuk
agregasi berupa protobion. Protobion adalah bentuk awal sel hidup yang belum
mampu bereproduksi, tetapi mampu memelihara lingkungan kimia dalam tubuhnya. Di
samping itu, protobion juga telah memperlihatkan sifat yang berhubungan dengan
makhluk hidup, seperti dapat melakukan metabolisme, kemampuan menerima
rangsang, dan bereplikasi sendiri. Terbentuknya polimer dari monomer-monomer
telah dibuktikan oleh Sydney W. Fox. Dalam percobaannya, Fox memanaskan 18–20
macam asam amino pada titik leburnya dan didapatkan protein.
Pendapat Alexander Oparin mendapat dukungan
dari ahli kimia Amerika Serikat, bernama Harold Urey. Harold Urey menyatakan
bahwa atmosfer bumi purba terdiri atas gas-gas metana (CH4), amonia (NH3), uap
air (H2O), dan gas hidrogen (H2). Dengan adanya energi alam (berupa halilintar
dan sinar kosmis), campuran gas-gas tersebut membentuk asam amino.
Pada tahun 1953, seorang mahasiswa Harold
Urey, yaitu Stanley Miller (USA) mencoba melakukan eksperimen untuk membuktikan
kebenaran teori yang dikemukakan Harold Urey. Percobaannya itu juga dikenal
dengan eksperimen Miller-Urey.
Stanley Miller menggunakan campuran gas yang
diasumsikan terdapat di atmosfir bumi purba, yaitu amonia, metana, hidrogen,
dan uap air dalam percobaannya. Oleh karena dalam kondisi alamiah gas-gas itu
tidak mungkin bereaksi, Stanley Miller memberi stimulus energi listrik tegangan
tinggi, sebagai pengganti energi alam (halilintar dan sinar kosmis). Stanley Miller
mendidihkan campuran gas tersebut pada suhu 100oC selama seminggu.
Pada akhir percobaan, Stanley Miller menganalisis senyawa-senyawa kimia yang
terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan 3 jenis dari 20 jenis asam
amino.
Alat percobaan Miller-Urey Terdiri atas bagian
yang berupa sebuah tabung tertutup yang dihubungkan dengan 2 ruangan. Ruangan
atas berisi beberapa gas yang menggambarkan keadaan atmosfer bumi purba.
Selanjutnya pada tempat ini diberi percikan listrik yang menggambarkan
halilintar. Kondensor berfungsi untuk mendinginkan gas, menyebabkan
terbentuknya tetesan-tetesan air dan berakhir pada ruangan pemanas kedua yang
menggambarkan lautan. Beberapa molekul kompleks yang terbentuk di ruangan
atmosfer, dilarutkan dalam tetesan-tetesan air ini dan dibawa ke ruangan lautan
tempat sampel yang terbentuk diambil untuk dianalisis.
Keberhasilan percobaan Stanley Miller ini
memunculkan hipotesis lanjutan tentang asal usul kehidupan. Para evolusionis
menyatakan bahwa asam-asam amino kemudian bergabung dalam urutan yang tepat
secara kebetulan untuk membentuk protein. Sebagian protein-protein yang
terbentuk secara kebetulan ini menempatkan diri mereka pada struktur seperti
membran sel yang diikuti pembentukan sel primitif. Sel-sel ini kemudian
bergabung membentuk organisme hidup. Mereka menyebutnya sebagai evolusi
biologi.
4. Teori Evolusi Biologi
Hasil evolusi kimia yang berupa zat-zat
organik adalah karbohidrat, lemak, protein, enzim, nukleotida, dan asam nukleat
merupakan komponen pembentuk sel. Senyawa organik yang terbentuk di lautan
tersebut dinamakan sop purba akan mengalami perubahan membentuk kaoservat.
Dengan sifat-sifat kaoservat, maka akan berubah menjadi semacam sel primitif
yang merupakan awal bentuk dari kehidupan. Selanjutnya, melalui proses evolusi
akan berkembang menjadi jenis makhluk hidup yang lebih kompleks.
Proses evolusi biologi ini dimulai dari lautan
menuju ke darat, sebab makhluk hidup yang berada di laut lebih sederhana daripada
yang di darat. Dengan peristiwa mutasi, modifikasi, adaptasi, dan migrasi,
kehidupan ini dapat dibuktikan bahwa hewan di laut akan menuju ke air tawar,
kemudian masuk ke daratan. Bukti tersebut tampak pada:
a.
Siklus katak dari air ke darat
b.
Sisik pada ikan terdapat pula pada reptil dan kaki burung
5. Teori Penciptaan (Special Creation)
Teori ini menyatakan bahwa makhluk hidup
diciptakan oleh tuhan seperti apa adanya. Teori ini mengemukakan bahwa
kehidupan yang ada di planet diciptakan oleh Tuhan. Teori ini diperoleh tidak
berdasarkan eksperimen. Mereka mengungkapkan teori ini berdasarkan atas
kejadian-kejadian gaib yang pernah dilihatnya. Kejadian gaib tersebut dianggap
sebagai ciptaan Tuhan , seperti halnya bumi dan kehidupan yang ada di
didalamnya juga diciptakan oleh-Nya. Dalam teori ini tidak disinggung mengenai
asal-usul materi kehidupan. Tokoh pencetus teori ini yaitu George Cuvier dan
Carolus Linneus.
6. Teori Kosmozoan
Teori ini menyatakan makhluk hidup berasal
dari “spora kehidupan” yang berasal dari ruang angkasa. Teori ini mengemukakan
bahwa kehidupan di bumi diperkirakan berasal dari ruang angkasa. Hal yang
mendasari teori ini adalah peyelidikan bahwa bahan yang terdapat pada batu
meteor maupun batu komet yang jatuh ke bumi mengandung banyak molekul organic
sederhana , misalnya cyanogens, asam hidrocyanida. Molekul-molekul organic
tersebut ketika jatuh ke bumi menjadi benih kehidupan.
Menurut teori ini bukan hanya di bumi saja
yang timbul kehidupan. Kehidupan dapat timbul sekali atau bebrapa kali di
berbagai bagian galaksi dalam waktu yang berbeda. Tokoh pencetus teori ini
yaitu Arrhenius (1911)
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asal usul kehidupan memang tidak mudah diungkapkan
ataupun dibuktikan, banyak teori yang telah ada dengan alasan yang berbeda
namun belum dapat dinyatakan benar tetapi sudah saling mendukung teori tersebut
sehingga menganut kepercayaan terhadap suatu teori yang dianggap benar. Dengan
adanya teori evolusi, asal usul kehidupan dapat diperhitungkan dengan teori evolusi
biologi dan teori evolusi kimia sehingga dapat menjelaskan kepada kita tentang
asal usul kehidupan.
B.
Saran
Jagalah alam kita dari kerusakan alam seperti pembakaran hutan dan
pemanasan global. Karena sesungguhnya alamlah yang memberikan kehidupan bagi
kita semua makhluk hidup tanpa terkecuali. Apabila Alam kita hancur maka kehidupan
di dunia akan hancur pula. Dan untuk memperoleh informasi yang tepat tentang
asal usul kehidupan, kita harus mempelajari teori-teori yang lain juga sehingga
bisa mengambil sesuatu yang penting untuk dipadukan dengan teori yang dianggap
benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar